DI HADAPAN wartawan yang menge­rumuninya, suara Kades Kohod Arsin bin Asip meninggi ketika mengucapkan kalimat, “Saya adalah juga korban” soal tuduhan ia terlibat dugaan pemalsuan dokumen SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) hak atas laut di Kantor Pertanahan, Kabupaten Tangerang.


Agaknya Arsin tak bisa hanya mengaku sebagai korban.  Pasalnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan Arisn bersama tiga orang lain, yakni Sekretaris Desa Ujang Karta, dan dua orang penerima kuasa berinisial SP dan CE. 

Arsin memang salah satu pejabat lokal yang diduga tahu praktek kongkalikong dugaan pemalsuan sertifikat di area pagar laut. Setelah sempat mendampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid yang datang ke Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji,Tangerang untuk meninjau fisik lahan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) di wilayah pagar laut desa tersebut, Arsin langsung menghilang. Kepala Desa yang menjabat sejak 2021 itu juga tidak datang ke undangan pemeriksaan Bareskrim Polri.

Polisi kini membidik berbagai dugaan pidana dari pemancangan pagar laut, sejak pidana umum hingga unsur pidana korupsi pada kasus ini. Kakorlantas Tipikor Polri Brigjen Cahyono Wibowo menyebut ada dugaan pidana korupsi pada kasus pemalsuan dokumen SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) tersebut. 

“Pidum sudah kami undang, ada fakta itu, kami juga perlu dalami. Dan sekarang berproses, kami masih telaah,” ujar Brigjen Cahyono. 

Sebelumnya Dittipidum Bareskrim Polri juga menyebut ada pemalsuan surat permohonan pengukuran dan pengakuan hak atas laut di Kantor Pertanahan, Kabupaten Tangerang. Temuan itu didapat setelah penyidik memeriksa 44 saksi, terdiri dari Arsin, warga desa, pihak KJSB Raden Lukman, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan pemerintah daerah Kabupaten Tangerang. 

Selain memeriksa saksi, penyidik juga menggeledah rumah Arsin dan menyita peralatan yang diduga dipakai untuk membuat surat palsu. 

“Modus operandi terlapor membuat surat palsu dalam melakukan permohonan pengukuran dan permohonan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang,” ujar Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro. 

Penyidik mengaku masih mendalami untuk menyeret pihak pihak lain yang terlibat. “Ada peran peran yang membantu yang akan kita lengkapi barang buktintya,” tambah Djuhandani.

Uang yang digunakan untuk memuluskan pengurusan sertifikat diduga puluhan miliar rupiah. Gaya hidup Arsin yang mewah ikut menjadi sorotan. Mulai dari sejumlah mobil mewah seperti Rubicon, hingga rumahnya yang cukup mentereng

Demikian gonjang ganjing pagar laut akhirnya memasuki babak baru setelah warganet meramaikan pembangunan pagar laut di media sosial. Seperti sebuah drama, awal cerita pagar laut sebenarnya diketahui publik sejak lama. Alkisah, pada Mei 2023 para nelayan di perairan Tangerang pernah melaporkan pagar laut ke Dinas Kelautan dan Perikanan Banten, bahwa ada patok bambu yang dipancang rapih sejak dasar laut hingga permukaaan sejauh 400 meter yang mengganggu aktivitas melaut.  

Tak sampai setahun, Agustus 2024 panjang patok bambu sudah bertambah, sekitar 7 kilometer. Aktivitas mengkapling kapling lautan itu terjadi di depan mata Dinas Kelautan Banten, TNI Angkatan Laut, Kepolisian Perairan dan Udara hingga mencapai 13,12 kilometer. Laporan nelayan yang harus memutar jauh untuk mencari ikan yang akibatnya harus memboroskan solar dan kan ikan yang tergebah dianggap angin lalu.

Ketika tiba tiba kasus ini viral, memancing perdebatan masyarakat luas, diperbincangkan ramai di media sosial dan media arus utama, sontak pejabat mendadak pilon. 

Saling sanggah antara pejabat terjadi. Mulanya pasti ada bantahan bahwa ada kelompok masyarakat yang memagari lautan, ketika dibuktikan ada oleh foto foto di media sosial, lalu semua mengaku tak ada yang mengetahui siapa pembangunnya. 

Padahal melihat konstruksi bambu yang telah dibangun jelas nelayan tak memiliki kemampuan dana sebesar itu. Di antara dua barisan bambu yang ditancapkan dengan rapi ke dasar laut masing masing setinggi lebih dari 6 meter, di atasnya dipasang paranet, pada bagian dasar ditaruh karung karung pasir yang tujuannya jelas untuk penanda wilayah saat reklamasi terjadi.  

Dengan teknik memagari laut semacam itu, kabarnya pengurukan laut secara alamiah akan terjadi. Lokasi akan tersedimentasi dengan sendirinya karena material akan tertahan pagar dan mengendap, mendangkalkan perairan sehingga tercipta daratan buatan.

Nah, ketika mulai tersudut, belakangan barulah Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono mengakui pagar bambu tak berizin dan menyegelnya.  

Ternyata Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang telah menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) seluas 300 hektare di sekitar pagar laut tersebut. Sebuah sertifikat yang dikeluarkan di objek yang merupakan lautan.

Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, telah mengungkapkan bahwa ada 263 bidang tanah berstatus SHGB di perairan tangerang. Sebanyak 234 bidang diketahui atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan. 

Selain itu, ada 17 bidang tanah berstatus SHM. Baik PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti sentosa, keduanya sama-sama terafiliasi dengan raksasa properti Agung Sedayu Group selaku pengembang PIK 1 dan 2. Kepemilikan saham Agung Sedayu Group lewat entitas usaha dan afiliasinya di dua perusahaan pemegang SHGB di wilayah laut, sudah nyata-nyata bahwa pengembang properti besar tersebut terlibat dalam kasus pemagaran laut.

Penerbitan sertifikat tanah di zona perairan yang seharusnya menjadi kawasan konservasi dan medan penghidupan nelayan, memang semakin memperkeruh keadaan. Ada klaim bahwa pagar laut itu untuk menahan abrasi, ada klaim bahwa zona yang dipagari itu dulunya adalah daratan, sampai klaim bahwa pagar itu adalah rumbung budidaya kerang yang dibangun atas swadaya masyarakat.

Nelayan sendiri telah membantah dengan suara mereka yang sayup-sayup. Beberapa pakar juga mematahkan dengan data-data mereka.

Berdasarkan pengamatan permukaan bumi dengan penginderaan jauh atau remote sensing berbasis satelit, klaim bahwa wilayah laut itu dulunya daratan sebenarnya bisa dibuktikan dengan melihat perkembangan dari waktu ke waktu. Pengamat Geospasial/Ketua Umum Mafin atau Masyarakat Ahli Penginderaan Jauh, Dr. Agustan, menegaskan bahwa klaim itu memang dipatahkan. Artinya, wilayah laut di Tanjung Pasir hingga Kronjo sebenarnya sejak dulu memang lautan.

“Tidak ada abrasi, justru yang terjadi adalah sedimentasi di muara sungai Cisadane. Jadi tidak ada tanah yang tergerus sebenarnya, malah maju tanahnya itu,” kata Dr. Agustan kepada tvOne, merujuk remote sensing berbasis satelit Landsat milik Amerika Serikat yang mampu merekam seluruh permukaan bumi sejak tahun 1972.

Terkait klaim soal laut yang dulunya daratan dan empang itu sebetulnya juga bisa dibuktikan dengan peta laut yang diterbitkan dari tahun 1960-an atau sebelumnya. Nyatanya, tidak pernah ada perubahan signifikan yang ada areal laut Tangerang.

Sebab wilayah pesisir utara Jawa dengan ombak yang cenderung datar, umumnya memang umumnya memang area sedimentasi. Untuk wilayah-wilayah seperti Jakarta, Tangerang, laju sedimentasinya bahkan setahun bisa sampai 70 cm. Sebagaimana dikemukakan oleh pakar maritim terkemuka, Kapten Marcellus Hakeng Jayawibawa, justru yang perlu menjadi fokus pertanyaan pertama adalah maksud dan tujuan pemagaran tersebut.

“Ini merupakan breakwater, tujuan utamanya selain untuk bisa melindungi area di dalamnya dari laut, bisa juga untuk mempercepat laju sedimentasi. Jadi misalnya di lautan itu kedalamannya 5 m, lalu ada pagar laut seperti itu, bisa diperkirakan sekitar 5 tahun ke depan sudah ada pulau di sana, sudah ada gundukan di sana,” ungkap Kapten Marcellus.

Kendati demikian, hal itu tetap memicu komentar pedas mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, yang menyatakan bahwa mereka yang mendapatkan sanksi merupakan pejabat-pejabat kecil. “Itu kecil, pejabat-pejabat kecil, itu pun yang sudah dipindah. Ini pengambil kebijakannya yang mengawal di tempat-tempat penentu kebijakan mulai dari Menteri, Dirjen, Kakanwil,” kata Mahfud MD di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (4/2/2025).

Mahfud menyidir bahwa pejabat Kantor Pertanahan yang telah mendapatkan sanksi hanya mengurusi administrasi. Dinilainya tindakan para pejabat yang dijatuhi sanksi itu tidak mungkin dilakukan tanpa adanya perintah atau pembiaran dari atas. “Oleh sebab itu harus menyeluruh (dalam menegakkan hukum) kalau kita tidak ingin menyesal kehilangan negara ini dengan segala kekayaan alam, dengan segala idealismenya sebagai bangsa yang merdeka,” pungkas Mahfud. (Rilo/Bajo)

Tim kami
  • DEWAN REDAKSI:
  • Lalu Mara Satriawangsa
  • PIMPINAN REDAKSI:
  • Ecep Suwardaniyasa Muslimin
  • REDAKTUR PELAKSANA:
  • Chandra Hendrik Hasudungan Manurung,
  • Irianto Susilo,
  • Fauzie Pradita Abbas,
  • Bajo Winarno,
  • Muhammad Ivan Rida,
  • Fikri Syaukani,
  • Budi Zulkifli,
  • Hentty Kartika,
  • Muhammad Takbir,
  • Fajar Sodik,
  • FJosua Jon Crissandro
  • KOORDINATOR LIPUTAN:
  • Sukardani
  • SEKRETARIAT REDAKSI:
  • Satria Aji Prasojo,
  • Caren Gloria Jessica
  • REDAKTUR:
  • Evan Bayu Setianto,
  • Rohaimi,
  • Putri Rani,
  • Luthfi Khairul Fikri,
  • Subhan Wirawan,
  • Novianti Siswandini,
  • Mumu Mujahidin,
  • Aqmarul Akhyar,
  • anggeng Kusdiantoro,
  • Rizki Amana,
  • Inas Widyanuratikah,
  • Reni Ravita Pajri,
  • Hartifiany Praisra,
  • Ferdyan Adhy Nugraha,
  • Muhammad Indmas,
  • Akmal Ghani,
  • Karina Maghvira R,
  • Ammar Ramzi,
  • Farhan Alam,
  • Ahmad Imanuddin,
  • Gigih Wahyuningsih,
  • Adeline Kinanti,
  • Farhan Erlangga,
  • Rahayu Trisna Sari,
  • Anisa Sri Isnaini,
  • Hilal Aulia Pasha,
  • Reinaldy Darius,
  • Dean Pahrevi,
  • Hansen Sinaga,
  • Rilo Pambudi,
  • Hanny Nur Fadhilah,
  • Kevi Laras Wana,
  • Tesya Juwita Larasati,
  • Angelia Nafriana
  • REPORTER:
  • Syifa Aulia,
  • Caren Gloria Jessica,
  • Abdul Gani Siregar,
  • Rika Pangesti,
  • Aldi Herlanda,
  • Ilham Giovani Pratama
  • FOTOGRAFER:
  • Julio Trisaputra,
  • Muhammad Bagas Syafii
  • DESAIN GRAFIS:
  • Wildan Mustofa,
  • Muhammad Rheza,
  • Raihan Omar Budihawali,
  • Zidane Rizqi Abdurrahman Rodja
  • DATA ANALISIS:
  • Muhammad Haikal,
  • Muhammad Arif Wibisono,
  • Wahid Nurul Hidayat