Onenews Magazine - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia berkali kali menyorongkan tangan kirinya meminta rekan di sam­pingnya menyesuaikan jarak dan berjalan lebih rapih. Saat itu seperti tentara yang tengah menam­pilkan defile, seratus lebih anggota kabinet tengah berbaris dalam tiga barisan memanjang di Lapangan Pancasila di komplek Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah. 

Penga­laman baru ini meski mere­pot­kan secara fisik, namun menye­nangkan.  “Biasanya kita tidur jam 02.00. Bangun jam 05.00 subuh. Habis itu tidur lagi kan. Nanti bangun jam 07.00. Nah ini enggak ini. Kita tidur jam 02.00, jam 04.00 sudah bunyi (sirine),” kata Bahlil. Wamen Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah yang kebetulan berdiri di sebelah Bahlil ikut tertawa tawa. 

Lain Bahlil, lain Menko Pereko­nomian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebut gemblengan cara militer akan membentuk solidaritas antar anggota kabinet. “Kesannya sangat menarik. Menambah kita punya soliditas, dan team building-nya terben­tuk,” kata Airlangga.

Selama kegiatan berlangsung, berbagai krida kemiliteran dikomandoi langsung oleh Prabowo memang sempat menyulitkan beberapa anggota kabinet. Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) salah satu yang kerepotan karena tak terbiasa.“Olah­raganya (berkesan), apalagi soal baris-berbaris yang juga salah-salah,” sambil merangkul Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.

Bagi menteri berlatar Akmil, gemble­ngan di akhir pekan lalu justru membang­kitkan kenangan lama. Menteri Koor­dinator Bidang Infra­struktur dan Pemba­ngunan Kewi­layahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengaku seperti tengah bernostalgia. “Ini menjadi sebuah nostalgia yang mengesankan, karena dulu kita digembleng dan ditempa di Lembah Tidar ini,” ujar AHY. Putra Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono itu lulusan terbaik Akmil tahun 2000. 

Kabinet Merah Putih yang dibentuk Presiden Prabowo Subianto memang memberikan sejumlah “gimik” sejak pemanggilan, pelantikan hingga retret sejak di Hambalang hingga di Magelang. 

The Military Way, begitulah metode yang ditempuh Presiden Prabowo untuk mengawali pemerintahannya dengan menggembleng para anggota Kabinet Merah Putih melalui program khusus di Akademi Militer (Akmil) Magelang. 

Sebagai sosok yang pernah men­jabat sebagai Danjen Kopassus, Prab­owo menilai kedisiplinan dan kesetiaan para menteri/pejabat seting­kat dan jajarannya perlu digodok ma­tang-matang untuk menjaga komit­men mereka terhadap bangsa dan negara. Jenderal Purnawirawan yang kini men­jadi pemimpin tertinggi Republik ini menepis tudingan yang menyebut bahwa dirinya ingin menja­dikan kabi­net­nya berbasis militer.

“Saya tidak bermaksud membuat militeristik, salah, bukan itu. The military way ditiru oleh banyak pemerintah ter­u­ta­ma perusahaan-perusahaan.” kata Prabowo dalam pidato hari per­tama di Akmil Magelang, Jumat, 25 Ok­to­ber 2024.


Prabowo menyebut, esensi dari “The Military Way” adalah penekanan kepada sikap disiplin yang tinggi. Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya kese­tiaan. Bukan perkara setia pada Presiden saja, tetapi di atas itu adalah setia untuk kepen­tingan bangsa dan negara. Sebagai Presiden yang sudah bersumpah untuk melindungi dan mempertahankan negara, Prabowo mengharapkan agar para men­terinya juga memiliki komitmen serupa.

“Kesetiaan benar-benar, minta saudara tidak setia kepada Prabowo, setia kepada bangsa dan negara Indonesia,” ujar Prabowo.

Setelah gemblengan di Akmil, sedianya para menteri sudah harus bekerja. Namun, masih ada kegagapan lain yang harus dihadapi pembantu presiden. Lembaga kementerian-kementerian baru dan pecahan kementerian lama masih belum memiliki perangkat kerja yang lengkap.

Belum lagi, sejumlah Menteri yang baru dilantik tiba-tiba sudah mengeluarkan pernyataan dan sikap yang mendapat sorotan publik.

Misalnya pernyataan kontroversial dari Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, yang menginginkan alokasi anggaran di kementeriannya sebesar Rp20 triliun, jika negara menyanggupi. Pigai seolah tak terima jika anggaran untuk menjalankan program kementeriannya hanya dijatah Rp64 miliar. Mantan aktivis asal Papua itu mengatakan, anggaran yang besar itu dibutuhkan untuk memperkuat perlindungan HAM.

“Saya mau bangun Universitas HAM bertaraf Internasional terpadu dengan Pusat Studi HAM (Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia dan Kawasan Amerika), Laboratorium HAM termasuk forensik, Rumah Sakit HAM dll,” tegas Natalius Pigai.

Menteri Desa dan Daerah Tertinggal Yandri Susanto yang sempat bikin geger karena surat undangan kepada sejumlah elemen masyarakat untuk menghadiri haul ke-2 almarhumah Haji Biasmawati Binti Baddin, Hari Santri, dan Tasyakuran di Pondok Pesantren BAI Mahdi Sholeh Ma’mun, di Serang, Banten, yang digelar pada Selasa, 22 Oktober 2024.

Surat itu viral karena menggunakan kop surat Kemendes DT dan ditanda­tangani atas nama Yandri selaku Menteri Desa dan Daerah Tertinggal. Surat itu disorot keras oleh mantan Menko Pol­hukam Mahfud MD yang bahkan terang-terangan menyentil Yandri di ruang publik.

Kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Yandri akhirnya memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa selama 15 tahun ini acara tersebut sudah rutin digelar.

“Jadi setiap tahun kami bersama istri tinggal di sana menyelenggarakan Hari Santri Nasional dan itu biasanya memang dibuat besar-besaran ramai datang ribuan orang. Terus karena dua tahun lalu emak saya atau ibu saya mening­gal, kami buat acara haul orang tua saya bagian dari bentuk darma bakti pengabdian saya, rasa sayang saya sebagai anak yang sudah dibesarkan dan alhamdulillah sudah berhasil kepada orang tua saya,” kata Yandri.

“Maka kemarin ramai yang datang. Yang datang banyak bukan hanya dari Serang, tapi Cilegon, Tangerang, Pandeglang, Jakarta termasuk unsur-unsur lain banyak. Ada pihak akademisi, pejabat negara, alim ulama, kiai, masyarakat biasa. Memang yang kami undang itu sebagian kecil kepala desa lebih kurang 30 atau 25 kepala desa. Tidak semua karena punya ikatan emosional dengan keluarga kami,” lanjutnya.

Kontroversi menteri di sepekan Kabinet Merah Putih itu seolah mencer­minkan aransemen keber­lanjutan yang masih “fals”. Pengamat ekonomi Yanuar Rizky mengutarakan kritik pedasnya terhadap kabinet Merah Putih di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. 

Kabinet ini, ujar Yanuar,  berusaha merangkul terlalu banyak pihak, namun kehilangan fokus yang nyata untuk pembangunan. “Kalau begini, biaya pembiayaan kabinetnya saja sudah berat. Kalau ditambah lagi, misalnya pembiayaan anggota yang anorganik, siapa yang mau nanggung? Pidatonya (Prabowo) saya nilai baik sekali, tapi teknokrat yang diambilnya tidak nyambung dengan omongan dia. Ya omon-omon menurut saya,” ungkap Yanuar.

Senada dengan Yanuar Rizky, Ekonom Senior dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Dradjad Wibowo, juga menyoroti porsi bongsor kabinet. Meski sebagai bagian dari TKN, Dradjad berusaha objektif menilai besarnya kabinet yang bakal menyedot anggaran lebih besar dan lebih kompleks.

“Saya adalah seorang ekonom, tetapi saya juga bagian dari organisasi (PAN dan TKN), dan pimpinan sudah memutuskan, jadi ya kita jalankan. Namun, sikap saya sejak dulu sebagai ekonom, bahkan sejak di DPR saat membahas Undang-Undang Kemen­terian Negara, adalah mendukung konsep small government. Saya memang selalu berpandangan seperti itu,” terang Drajad saat dijumpai di Kantor tvOne.

Berdasarkan hitungan tvOnenews.com, estimasi pembengkakan anggaran ini didasarkan pada asumsi gaji dan tunjangan menteri sebesar Rp150 juta per bulan, gaji dan tunjangan wakil menteri (wamen) sebesar Rp100 juta per bulan, serta anggaran operasional sebesar Rp500 juta per bulan untuk masing-masing menteri dan wakil menteri.

Pada kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin yang terdiri dari 34 menteri dan 17 wamen, total gaji dan tunjangan menteri mencapai Rp61,2 miliar per tahun, gaji dan tunjangan wamen mencapai Rp20,4 miliar per tahun, dan anggaran operasional untuk menteri dan wamen mencapai Rp306 miliar per tahun. Sehingga, total anggaran untuk kabinet Jokowi diperkirakan sebesar Rp387,6 miliar per tahun.

Jika Kabinet Merah Putih yang memiliki 48 menteri dan 56 wamen, maka estimasi gaji dan tunjangan menteri diperkirakan mencapai Rp86,4 miliar per tahun, dengan gaji dan tunjangan wamen sebesar Rp67,2 miliar per tahun. Selain itu, anggaran operasional untuk menteri dan wamen diperkirakan sebesar Rp624 miliar per tahun. Sehingga, estimasi total biaya kabinet Prabowo-Gibran adalah sekitar Rp777,6 miliar per tahun. Dengan kata lain, hitungan kasar peningkatan anggaran dari kabinet Jokowi ke kabinet Prabowo mencapai Rp390 miliar per tahun. Dalam periode lima tahun 2024-2029, peningkatan anggaran ini bisa tembus Rp1,95 triliun. (Rilo Pambudi)

Tim kami
  • DEWAN REDAKSI:
  • Lalu Mara Satriawangsa
  • PIMPINAN REDAKSI:
  • Ecep Suwardaniyasa Muslimin
  • REDAKTUR PELAKSANA:
  • Chandra Hendrik Hasudungan Manurung,
  • Irianto Susilo,
  • Fauzie Pradita Abbas,
  • Bajo Winarno,
  • Muhammad Ivan Rida,
  • Fikri Syaukani,
  • Budi Zulkifli,
  • Hentty Kartika,
  • Muhammad Takbir,
  • Fajar Sodik,
  • FJosua Jon Crissandro
  • KOORDINATOR LIPUTAN:
  • Sukardani
  • SEKRETARIAT REDAKSI:
  • Satria Aji Prasojo,
  • Caren Gloria Jessica
  • REDAKTUR:
  • Evan Bayu Setianto,
  • Rohaimi,
  • Putri Rani,
  • Luthfi Khairul Fikri,
  • Subhan Wirawan,
  • Novianti Siswandini,
  • Mumu Mujahidin,
  • Aqmarul Akhyar,
  • anggeng Kusdiantoro,
  • Rizki Amana,
  • Inas Widyanuratikah,
  • Reni Ravita Pajri,
  • Hartifiany Praisra,
  • Ferdyan Adhy Nugraha,
  • Muhammad Indmas,
  • Akmal Ghani,
  • Karina Maghvira R,
  • Ammar Ramzi,
  • Farhan Alam,
  • Ahmad Imanuddin,
  • Gigih Wahyuningsih,
  • Adeline Kinanti,
  • Farhan Erlangga,
  • Rahayu Trisna Sari,
  • Anisa Sri Isnaini,
  • Hilal Aulia Pasha,
  • Reinaldy Darius,
  • Dean Pahrevi,
  • Hansen Sinaga,
  • Rilo Pambudi,
  • Hanny Nur Fadhilah,
  • Kevi Laras Wana,
  • Tesya Juwita Larasati,
  • Angelia Nafriana
  • REPORTER:
  • Syifa Aulia,
  • Caren Gloria Jessica,
  • Abdul Gani Siregar,
  • Rika Pangesti,
  • Aldi Herlanda,
  • Ilham Giovani Pratama
  • FOTOGRAFER:
  • Julio Trisaputra,
  • Muhammad Bagas Syafii
  • DESAIN GRAFIS:
  • Wildan Mustofa,
  • Muhammad Rheza,
  • Raihan Omar Budihawali,
  • Zidane Rizqi Abdurrahman Rodja
  • DATA ANALISIS:
  • Muhammad Haikal,
  • Muhammad Arif Wibisono,
  • Wahid Nurul Hidayat