Saya kira nama nama tersebut cukup baik, variatif dan punya prestasi di bidang masing-masing. Proses perburuan menteri dalam Kabinet Merah Putih yang berbeda juga membangkitkan harapan. Ada rekam jejak yang dipertimbangkan matang, ada penilaian berjenjang, dilakukan pembekalan dan pengarahan sejak di Kertanegara, Hambalang hingga ke Akademi Militer Magelang dan pelibatan sejumlah tim lain yang dibentuk Prabowo Subianto bisa membuat Kabinet Merah Putih bekerja lebih cepat, lebih optimal.

Sufmi Dasco Ahmad, anggota Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo Gibran, orang yang paling bertanggung jawab pada pencarian 107 nama nama yang sudah mengisi 46 kementerian yang telah dibentuk Prabowo Subianto menyebut nama-nama muncul sudah terbaik yang bisa ia usahakan. Nama nama itu juga tidak muncul begitu saja, ada proses panjang bahkan sejumlah nama diseleksi sejak bertahun tahun sebelumnya. “Kami memang tidak banyak tampil, tapi banyak kerja,” ujar Dasco.

Kini rangkaian seremonial kenegaraan telah usai, kerja kerja penting sudah menunggu.

Salah satu agenda penting yang harus dilakukan Prabowo Subianto adalah memberantas korupsi. Kita tahu ini salah satu aspek terlemah dari sepuluh tahun kekuasaan Jokowi. Indeks Pemberantasan Korupsi mandeg, stagnan, jalan di tempat.

Data menunjukan 10 tahun pemerintahan Jokowi berakhir sama dengan pada saat pertama kali disumpah sebagai Presiden Terpilih pada 2014. IPK Indonesia pada 2014 adalah 34, kemudian 36 pada 2015, jadi 37 pada 2017, lalu 38 pada 2018, melorot jadi 40 pada 2019. 

Serangan politik pada KPK juga sangat gencar, pada akhirnya membuat lembaga anti rasuah ini ”terkapar” jadi lembaga yang tak disegani lagi. DPR pernah memprakarsai hak angket, Mahkamah Konstitusi memasukan KPK ke rumpun eksekutif biasa, puncaknya,  yang ”mematikan” KPK adalah revisi UU KPK yang dilakukan di akhir periode kekuasaan Jokowi pada 2019.

Sinyalemen bocornya anggaran pembangunan sebesar–paling tidak– 30 persen setiap tahun, seperti yang dinyatakan begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, kebetulan juga ayahanda Prabowo, puluhan tahun lalu saat ini masih terjadi. Sudah serapan anggaran rendah dan tak berkualitas, sepertiga anggarannya juga dikorupsi.

Saya yakin Prabowo yang dikenal detail akan menjadikan isu pemberantasan korupsi sebagai prioritas dalam program seratus hari kinerjanya. Berkali kali ia mewanti wanti pada orang orang yang ia panggil ke Kertanegara dan Hambalang agar tidak main main dengan korupsi. Prabowo menyebut tidak segan segan untuk memberikan siapapun yang terlibat tindak pidana korupsi di lingkungan terdekatnya pada penegak hukum, meski itu pembantu terdekatnya. Untuk hal ini kita ingat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, salah satu lingkaran terdekat Prabowo Subianto yang meringkuk di jeruji besi karena korupsi.

Prabowo pun telah beri pernyataan tanpa tedeng aling aling. ”Saya sudah sampaikan kepada semua partai yang mau bergabung dengan koalisi saya. Terang terangan saya katakan, semua ketua umum jangan menugaskan menteri menteri yang saudara tunjuk dalam pemerintahan, jangan Saudara tugaskan mencari uang dari APBN,” ujar Prabowo pada sebuah acara pembekalan anggota legislatif PKB dua pekan lalu.

Sinyal lain untuk tidak main main dengan korupsi juga disebut dalam pidato pelantikannya, 20 Oktober lalu. ”Ikan busuk dari kepala,” ujar Prabowo. Prabowo tentu ingin menyatakan soal pentingnya keteladanan dalam pemberantasan korupsi. Kita tahu dalam banyak kasus pemberantasan korupsi gagal menjadi gerakan politik yang terstruktur karena ”pencurian” uang negara melibatkan pemimpin politik tertinggi. Pernyataan ini konteksnya sangat penting dalam arti untuk menekankan adanya kehendak politik dari pemimpin politik tertinggi. Apalagi kita tahu beban Asta Cita yang harus segera diwujudkan adalah pemberantasan korupsi.

Apa yang mesti dilakukan? Dalam seratus hari pertama adalah segera seleksi ulang calon pemimpin KPK, jangan sampai ada di antara mereka yang tak sejalan dengan langgam baru pemberantasan korupsi pemerintahan Prabowo-Gibran. Ini juga agar calon pemimpin KPK yang diseleksi pada periode pemerintahan Jokowi tak memiliki agenda sendiri, apalagi menjadikan pemberantasan korupsi sebagai alat barter politik.

Setelah itu segera lucuti pasal pasal hasil revisi dalam UU KPK yang membuat lembaga antirasuah ini masuk dalam rumpun eksekutif biasa. Hal mendesak lain di seratus hari pertama adalah segera susun daftar masalah yang membuat Rancangan Undang Undang Perampasan Aset mangkrak di DPR.

Selain pemberantasan korupsi, Prabowo perlu segera “menekan gas” pertumbuhan ekonomi. Harapan pembukaan lapangan kerja baru hanya bisa dilakukan jika pertumbuhan bisa dikerek lebih dari 5 persen. Solanya, pemerintahan Jokowi “gagal” membuat kita naik kelas karena pertumbuhan ekonomi yang tak pernah bisa melampaui 5 persen.

Prabowo harus bisa segera mengorkestrasi seluruh kementerian di bawah Kementerian Bidang Perekonomian yang dikomandani oleh Airlangga Hartarto agar keluar dari jebakan menjadi negara dengan pendapatan menengah. Bonus demografi saat ini harus segera dimanfaatkan agar warga Indonesia bisa sejahtera dan kaya sebelum menua. Caranya tentu hanya bisa dicapai jika terjadi “lompatan” pada pertumbuhan ekonomi. Lima tahun ke depan Prabowo harus membawa Indonesia menjadi negara dengan pendapatan tinggi dan negara maju.

Meski wajah wajah yang mengisi pos pos kementerian ekonomi mayoritas muka muka lama, gebrakan baru harus dilakukan. Tak boleh ada cara cara biasa, apalagi normatif saja. Kebiasaan, mindset, pola rutin harus ditinggalkan diganti dengan ‘terobosan’ dan ‘inovasi’ ekonomi. Yang segera tampak memang “kegemukan” kabinet akan menyulitkan pengambilan kebijakan yang efektif. Karena itu kepemimpinan politik jadi penting. Jangan lagi terjadi kebijakan tumpang tindih atau bahkan saling menegasikan.  

Postur pertumbuhan ekonomi pun harus dibuat lebih sehat. Basis pertumbuhan ekonomi yang selama ini mengandalkan sektor konsumsi, harus didorong pada penguatan industri pengolahan. Pertumbuhan ekonomi yang tergantung pada sektor konsumsi sangat rapuh: ketika ekonomi lesu, pendapatan warga terbatas, daya beli menurun, sektor konsumsi pun melemah. 

Modal yang dimiliki di awal pemerintahan Prabowo-Gibran penting untuk jadi booster kepemimpinan yang kuat tadi. 

Paling tidak Prabowo-Gibran punya dua modal sosial saat ini, yaitu citra positif publik dan tingginya tingkat keyakinan publik. Pasangan ini unggul satu putaran, yakni 96.214.691 suara atau 58,59 persen pemilih. Belum lagi dari sebaran wilayah, Prabowo-Gibran juga unggul signifikan: lebih dari separuh pemilih di 35 provinsi memberikan dukungan pada Prabowo-Gibran.

Dengan modal politik yang tinggi ini, jika suatu saat ternyata ada menteri menteri yang tak menunjukan performa yang semestinya, saya kira instrumen yang dimiliki Prabowo, yakni reshuffle cabinet bisa digunakan. Karena janji janji sudah ditebarkan, Asta Cita harus segera diwujudkan, bangsa ini sudah menunggu terlalu lama, tidak bisa dibiarkan terus menunggu!

Ecep Suwardaniyasa Muslimin

Tim kami
  • DEWAN REDAKSI:
  • Lalu Mara Satriawangsa
  • PIMPINAN REDAKSI:
  • Ecep Suwardaniyasa Muslimin
  • REDAKTUR PELAKSANA:
  • Chandra Hendrik Hasudungan Manurung,
  • Irianto Susilo,
  • Fauzie Pradita Abbas,
  • Bajo Winarno,
  • Muhammad Ivan Rida,
  • Fikri Syaukani,
  • Budi Zulkifli,
  • Hentty Kartika,
  • Muhammad Takbir,
  • Fajar Sodik,
  • FJosua Jon Crissandro
  • KOORDINATOR LIPUTAN:
  • Sukardani
  • SEKRETARIAT REDAKSI:
  • Satria Aji Prasojo,
  • Caren Gloria Jessica
  • REDAKTUR:
  • Evan Bayu Setianto,
  • Rohaimi,
  • Putri Rani,
  • Luthfi Khairul Fikri,
  • Subhan Wirawan,
  • Novianti Siswandini,
  • Mumu Mujahidin,
  • Aqmarul Akhyar,
  • anggeng Kusdiantoro,
  • Rizki Amana,
  • Inas Widyanuratikah,
  • Reni Ravita Pajri,
  • Hartifiany Praisra,
  • Ferdyan Adhy Nugraha,
  • Muhammad Indmas,
  • Akmal Ghani,
  • Karina Maghvira R,
  • Ammar Ramzi,
  • Farhan Alam,
  • Ahmad Imanuddin,
  • Gigih Wahyuningsih,
  • Adeline Kinanti,
  • Farhan Erlangga,
  • Rahayu Trisna Sari,
  • Anisa Sri Isnaini,
  • Hilal Aulia Pasha,
  • Reinaldy Darius,
  • Dean Pahrevi,
  • Hansen Sinaga,
  • Rilo Pambudi,
  • Hanny Nur Fadhilah,
  • Kevi Laras Wana,
  • Tesya Juwita Larasati,
  • Angelia Nafriana
  • REPORTER:
  • Syifa Aulia,
  • Caren Gloria Jessica,
  • Abdul Gani Siregar,
  • Rika Pangesti,
  • Aldi Herlanda,
  • Ilham Giovani Pratama
  • FOTOGRAFER:
  • Julio Trisaputra,
  • Muhammad Bagas Syafii
  • DESAIN GRAFIS:
  • Wildan Mustofa,
  • Muhammad Rheza,
  • Raihan Omar Budihawali,
  • Zidane Rizqi Abdurrahman Rodja
  • DATA ANALISIS:
  • Muhammad Haikal,
  • Muhammad Arif Wibisono,
  • Wahid Nurul Hidayat